Text
Metode Penelitian Sastra
Posted on March 22, 2014 by PuJa
Membongkar Kerancuan Metode Penelitian Sastra
Donny Syofyan *
harianhaluan.com 18 Nov 2012
Dekade 1970-an di Barat menunjukkan perkembangan pesat dalam kajian sastra ilmiah dengan kemunculan pelbagai teori baru mengenai karya sastra. Ini meliputi teori struktural, semiotik, strukturalisme genetik, resepsi sastra hingga teori kelisanan. Kecenderungan ini kian kuat dengan masuknya teori-teori yang lebih baru semisal pascastrukturalisme, pascamodernisme, pascakolonialisme, pascamarxisme, feminsime, pascafeminisme. Perkembangan demikian mengesankan bahwa posisi keilmiahan karya sastra tidak dapat digoyahkan dan diragukan lagi.
Hanya saja, perkembangan tersebut cenderung tumpang tindih dan menjadi kontraproduktif bagi ilmu sastra sendiri secara totalitas. Dalam masa yang relative singkat, sebuah teori dikoreksi dan digeser oleh teori baru. Dengan demikian, ahli-ahli sastra—baik Barat maupun Indonesia—tidak memiliki kesempatan yang memadai untuk menangkap dan merumuskan implikasi metodologis dari pelbagai teori tersebut. Untuk kasus Indonesia tidak jarang para akademisi mengalami kerancuan pemahaman.
Lewat buku terbarunya, Faruk—Guru Besar Ilmu Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada, yang juga dikenal sebagai kritikus sastra dan pengamat kebudayaan yang tajam—mencoba menjelaskan pelbagai kesimpangsiuran dan kerancuan pemahaman yang menghinggapi kalangan akademisi tersebut. Sebagai misal, Faruk menegaskan adanya kecenderungan untuk mendefinisikan landasan teori sebagai hasil renungan terdahulu mengenai masalah penelitian (h.4). Hemat Faruk di sinilah kerancuan luar biasa karena menyamakan landasan teori dengan “kajian pustaka” atau “pengumpulan informasi”. Lebih lanjut penulis secara kritis membongkar kerancuan-kerancuan metodologis lainnya dalam penelitian sastra, seperti tren yang menganggap bahwa metode semata-mata serangkaian prosedur formal yang sudah menjadi model yang tinggal diadopsi oleh ilmu sastra tanpa mempertimbangkan alasan atau dasar logis dari terbentuknya prosedur yang demikian. Kesalahan demikian, ungkap Faruk, terkait erat dengan kegagalan sementara akademisi atau ilmuan sastra untuk memahami induk ilmu pengetahuan, yakni filsafat, khususnya apa yang disebut filsafat ilmu pengetahuan.
Lewat karya terbarunya, Metode Penelitian Sastra: Sebuah Penjelajahan Awal, Faruk menunjukkan kebolehannya bukan saja dalam penguasaan teori-teori kesusastraan dan filsafat Barat tapi juga pemahamannya yang mumpuni tentang mozaik dan khazanah kesusastraan Indonesia. Bagi para mahasiswa ilmu-ilmu sastra—S1, S2 dan bahkan S3—buku ini amat direkomendasikan untuk dikunyak-kunyah mengingat ia menyuguhkan evaluasi metodologis rancangan sejumlah penelitian sastra mahasiswa. Banyaknya kelemahan dalam penulisan skripsi dan tesis sejujurnya menunjukkan lemahnya pemahaman sebagian mahasiswa terhadap persoalan metode ilmu-ilmu kesusastraan. Menurut Faruk, kelemahan-kelemahan tersebut dapat diidentifikasi pada langkah-langkah yang signifikan dalam proses penelitian ilmiah: identifikasi masalah, perumusan masalah, penyusunan kerangkan konseptual atau teoretik, perumusan hipotesis, metode penelitian yang meliputi metode pengumpulan dan analisis data, dan penarikan kesimpulan hasil penelitian (h.13-26).
Bagi para penikmat teori dan kritik sastra, buku ini sangat dibutuhkan guna memahami paradigma-paradigma dalam ilmu sastra, seperti kritik sastra humanis, kritik sastra strukturalis, kritik sastra diskursif atau pasca-struktural, kritik sastra pasca-Marxis, serta kajian-kajian budaya. Dalam menjabarkan pelbagai kecenderungan kritik sastra tersebut, Faruk melompat lebih jauh dari apa yang pernah dieksplorasi oleh M.H. Abrams. Bila Abrams melakukan semata-mata dalam batas tekstual dan teknis metodologis, maka Faruk melakukannya dengan menempatkan berbagai kritik sastra tersebut dalam konteks diskursif yang lebih luas sehingga signifikansi kultural-ideologisnya pun dapat dipahami.
Hal yang cukup menarik dalam buku ini adalah eksplorasi penulis tentang teori-teori pascastruktural. Boleh jadi bagi sementara kalangan teori-teori ini relatif sukar untuk dipahami. Ditunjang oleh photographic skill-nya yang luar biasa, Faruk secara lihai menelusuri teori-teori tersebut—psikoanalisis Lacan, dekonstruksi Derrida, dan wacana Foucault—dengan cara yang gampang dimengerti lengkap dengan contoh analisisnya. Pendekatan demikian bukan saja memicu animo intelektual kritikus dan peminat sastra untuk merespon secara lebih terbuka dan sistematis tapi juga memberikan peluang interpretasi yang lebih luas bagi.
Namun demikian, terutama bagi orang-orang yang intens mengikuti pemikiran dan karya-karya Faruk, buku ini juga memuat repitisi dari karya-karya Faruk sebelumnya. Telaah teori-teori pascastruktural yang mengambil jumlah halaman yang cukup panjang sesungguhnya merupakan pengulangan dari buku Faruk sebelumnya, yakni Pascastrukturalisme: Teori, Implikasi Metodologi, dan Contoh Aplikasi terbitan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Sungguhpun buku itu adalah salah satu buku terbaik yang diterbitkan oleh lembaga tersebut, pengulangan yang cukup panjang dalam karya terbarunya ini sedikit banyaknya akan mengurangi orisinalitasnya, walau tanpa harus kehilangan bobotnya. Agaknya Faruk bisa membaca karya-karya seorang penulis prolifik yang dianggap sebagai Bapak Postmodernisme Indonesia, yaitu Yasraf Amir Piliang. Yasraf dikenal sebagai penulis yang punya stamina dan kebolehan intelektual yang sangat kuat untuk membangun novelty (kebaruan) dalam banyak karya-karyanya. Ia mampu menulis lebih dari 10 bab pada setiap buku yang dihasilkannya.
Karya Faruk terbaru ini berupaya mencari dan menawarkan cara yang lebih masuk akal dan sistematik untuk menggunakan teori-teori sastra secara lebih pas. Buku Faruk ini berupaya mengisi salah satu ruang kosong dalam usaha perumusan dan penulisan metode penelitian ilmu sastra yang relatif tertinggal jika dibandingkan dengan ilmu sosial dan budaya lainnya, seperti sejarah, antropologi, linguistik, psikologi, dan sosiologi. Bila selama ini para ahli ilmu sastra lebih banyak menulis buku seputar teori-teori sastra, Faruk dengan karya ini menggeliat dan mengingatkan bahwa kita juga membutuhkan lebih banyak buku metode dalam ilmu sastra.
P8001422S | 807 FAR m c1 | SIRKULASI FIB | Tersedia |
P8001422S3 | 807 | SIRKULASI FIB | Tersedia |
P8001422S4 | 807 FAR m c4 | SIRKULASI FIB | Tersedia |
P8001422S5 | 807 FAR m C5 | SIRKULASI FIB (800) | Tersedia |
P8001422S6 | 807 FAR m C6 | SIRKULASI FIB | Tersedia |
P8001422S7 | 807 FAR m C7 | SIRKULASI FIB (800) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain