Text
Aku Ini Binatang jalang
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
(Maret 1943, Puisi ‘Aku’ oleh Chairil Anwar)
Aku Ini Binatang Jalang merupakan buku yang berisi kumpulan puisi yang dibuat oleh penyair besar Indonesia yaitu Chairil Anwar. Tak hanya kumpulan puisi dalam buku tersebut juga terdapat kumpulan surat yang dikirim Chairil Anwar kepada H.B Jassin kritikus sastra yang turut membesarkan nama Chairil Anwar dalam dunia sastra di Indonesia. Chairil Anwar dikenal sebagai sastrawan pelopor Angkatan 45 melalui puisi-puisnya yang begitu kritis dan penuh dengan makna tersirat. Dari larik-larik yang terdapat pada setiap puisi Chairil Anwar sangat jelas menggambarkan vitalitas dan sisi lain kehidupannya yang tergambar yang mungkin tidak bisa terhapus dari kehidupan berkesenian di negeri ini, yakni kejalangannya. Sebagai ‘Binatang Jalang”-lah Chairil Anwar merupakan lambang kesenimanan di Indonesia. Bukan Rustam Effendi, Sanusi Pane, atau Amir Hamzah tetapi Chairil Anwar yang dianggap memiliki seperangkat ciri seniman: tidak memiliki pekerjaan tetap, suka keluyuran, jorok, selalu kekurangan uang, penyakitan, dan tingkah lakunya menjengkelkan. Sejumlah anekdot telah lahir dari ciri ciri tersebut. Tampaknya masyarakat menganggap bahwa seniman tidak berminat mengurus jasmaninya, dan lebih sering tergoda oleh khayalannya; mungkin yang paling mirip dengan golongan “binatang jalang” ini adalah orang sakit jiwa.
Salah satu puisi Chairil Anwar yang hingga kini digandrungi oleh masyarakat Indonesia adalah puisi “Aku”, dari puisi tersebut ia seolah menceritakan bahwa dirinya ingin hidup seribu tahun lagi. Namun hal itu justru tidak sesuai dengan espektasinya dikarenakan Chairil Anwar meninggal dalam usia yang masih sangat muda yaitu 27 tahun. Puisi tersebut ditulis enam tahun sebelum ia meninggal dunia. Jasadnya dimakamkan di Karet, yang disebutnya sebagai “daerah y.a.d.” dalam “ Yang Terampas dan Yang Putus” sajak yang ditulisnya beberapa waktu menjelang kematiannya pada tahun 1949.
Meskipun saat ini Chairil Anwar telah tiada namun sajak-sajaknya yang begitu indah masih hidup ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Dalam hidupnya yang singkat, Chairil Anwar telah menghasilkan puisi yang akan terus hidup seribu tahun lagi.
P80011270S | 811 ANW a C1 | SIRKULASI FIB (800) | Tersedia |
P80011270S2 | 811 ANW a C2 | SIRKULASI FIB (800) | Tersedia |
P8002013S3 | 811 ANW a C3 | SIRKULASI FIB (800) | Tersedia |
P8002013S4 | 811 ANW a C4 | SIRKULASI FIB (800) | Tersedia |
P8002013S5 | 811 ANW a C5 | SIRKULASI FIB (800) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain