Text
Antalogi Puisi Lobang Pertama
Antologi puisi Lobang Pertama tidak terikat pada satu tema dalam satu benang merah yang linear. Tak pula berisi puisi-puisi yang mengejar bunyi dan bentuk. Tak ada pola rima yang niscaya hadir pada lazimnya puisi-puisi kebanyakan. Soal bentuk, tak pula ada konsistensi yang dipertahankan Adin. Dengan cepat pembaca dapat menemukan ’rasa’ satire Joko Pinurbo, liris Sapardi Djoko Damono, murung Goenawan Mohamad, mbeling Remy Silado, hingga gelap Afrizal Malna.
Adin tampaknya juga tak sedang menyodorkan penunggalan makna terhadap puisi-puisinya hingga serupa menu yang renyah dan mudah dikunyah. Pilinan diksi Adin dalam antologi puisi ini cenderung menawarkan kebebasan pembaca menarik makna seturut tafsirnya masing-masing. Diksi ’kenangan’ dan ‘ingatan’ yang muncul dalam 18 puisi di Lobang Pertama lantas tak selalu bermakna memori di sekitar cinta. Modus penciptaan semacam itu menghindarkan Lobang Pertama dari jebakan menjadi kumpulan puisi curhat belaka sekaligus memantik pembaca untuk ingat bahwa kenyataan tak selalu baik-baik saja.
Lobang Pertama jelas menunjukkan kembara jeda Adin di antara aktivitasnya sebagai manusia modern lagi urban dengan beragam peran. Dari peran sebagai pemuda rantau asal Rembang yang tinggal di kota sesibuk Semarang dan pernah menjajal rumitnya hidup di penyangga Jakarta bernama Depok, sebagai pengelola Grobak Hysteria di mana seni bersama kebebasan adalah menu pentingnya; hingga peran sebagai Ketua Komite Ekonomi Kreatif Jawa Tengah yang niscaya kenyang oleh kekakuan-kekakuan khas birokrasi. Ragam tema puisi-puisi dalam Lobang Pertama menunjukkan jelajah kembara Adin ke berbagai situasi yang dekat dengan rupa-rupa ketaksaaan.
P8002261S | 811 ADI a | SIRKULASI FIB (800) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain