Text
Pengantar Ilmu Antropologi
Dalam disiplin ilmu sosial-humaniora, siapa yang tak pernah mendengar nama Prof. Koentjaraningrat? Beliau merupakan seorang ahli antropologi indonesia yang pernah menjadi guru besar Antropologi pada Universitas Indonesia. Pernyataan-pernyataan, teori, dan hasil pikiran beliau hingga sekarang masing lazim digunakan dalam ilmu sosial, bahkan sejak bangku SMA. Dalam kariernya, beliau menulis beberapa buku. Salah satu buku yang paling fenomenal adalah buku Pengantar Ilmu Antropologi. Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1979 dan sudah mencapai cetakan ke-9 pada tahun 2013. Berikut merupakan sinopsis singkat dari buku Pengantar Ilmu Antropologi .
Bab I
Asas-Asas dan Ruang Lingkup Ilmu Antropologi
Fase perkembangan
Fase pertama (sebelum 1800)
Kedatangan bangsa Eropa Barat ke Afrika, Asia, dan Amerika. Mulai terkumpul tulisan-tulisan mengenai deskripsi tentang adat, susunan masyarakat, dan ciri fisik dari beragam suku bangsa di Afrika, Asia, dan Amerika.
Fase kedua (sekitar pertengahan abad ke-19)
Timbul pemikiran bahwa masyarakat dan kebudayaan mengalami evolusi. Masyarakat di luar Eropa Barat dianggap sebagai contoh dari masyarakat berkebudayaan rendah. Muncul pula penelitian mengenai sejarah penyebaran kebudayaan dengan mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif. Bersifat akademikal.
Fase ketiga (awal abad ke-20)
Bertepatan dengan masa penjajahan Eropa, sehingga mempelajari masyarakat dan kebudayaan di luar Eropa adalah untuk kepentingan kolonial. Bersifat praktis.
Fase keempat (sekitar setelah 1930)
Ilmu antropologi mengalami masa perkembangan yang luas. Antropologi memiliki tujuan akademikal, yaitu mencapai pengertian tentang manusia pada umumnya dengan mempelajari bentuk fiisk, masyarakat, dan kebudayaannya, serta memiliki tujuan praktis, yaitu mempelajari manusia dalam keragaman masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa tersebut.
Ilmu bagian antropologi
Antropologi fisik
Paleoantropologi (sejarah dan perkembangan manusia atau evolusinya secara biologi)
Antropologi fisik (sejarah terjadinya beragam manusia dipandang dari ciri-ciri tubuhnya)
Antropologi budaya
Etnolinguistik (sejarah asal, perkembangan, dan penyebaran bahasa)
Prehistori (perkembangan, penyebaran, dan terjadinya kebudayaan)
Etnologi (asas kebudayaan manusia dalam masyarakat dari semua suku bangsa)
Selain membahas mengenai fase perkembangan ilmu antropologi dan ilmu bagian antropologi, pada bab pertama dalam buku ini, Koentjaraningrat juga membahas seputar spesiaslisasi antropologi, hubungan ilmu antropologi dan disiplin ilmu lain. Beliau menyisipkan satu bagan yang sangat jelas mengenai ilmu-ilmu bagian dalam antropologi secara singkat dan jelas. Ada pula bahasan panjang mengenai metode ilmiah, tokoh-tokoh, lembaga, serta majalah antropologi.
Koentjaraningrat sedikit menyinggung mengenai ‘kedekatan’ ilmu antropologi dan sosiologi. Beliau menyebutkan dan menjelaskan persamaan dan perbedaan antara dua disiplin ilmu tersebut. Ditinjau secara umum ilmu antropologi dan sosiologi memiliki tujuan yang tak jauh berbeda yaitu untuk mencapai pengertian tentang asas hidup masyarakat dan kebudayaan manusia pada umumnya. Namun jika ditinjau lebih khusus, ada beberapa perbedaan mendasar antara kedua ilmu tersebut, seperti yang dipaparkan oleh Koentjaraningrat:
Perbedaan asal mula dan sejarah perkembangan ilmu
Perbedaan pengkhususan pada pokok dan bahan penelitian
Perbedaan metode dan masalah khusus
Bab II
Makhluk Manusia
Manusia di antara makhluk lain
Berdasarkan klasifikasi biologi, manusia (homo sapiens) dikelompokkan ke dalam kelas mamalia, suku primata, subsuku anthropoid, infrasuku hominoid, keluarga hominidae, jenis homo sapiens. Manusia homo sapiens zaman sekarang terdiri dari ras australoid, mongoloid, caucasoid, dan negroid. Koentjaraningrat menampilkan bagan yang menggambarkan tempat manusia bersama makhluk primata lain.
Evolusi ciri-ciri biologis
Mengenai evolusi ciri-ciri fisik manusia, beliau menjelaskan bagaimana organisme yang baru (anak) bisa memiliki ciri-ciri berbeda dengan organisme lama (orangtua). Evolusi ciri fisik ini terjadi karena adanya pembelahan sel (mitosis). Satu teori yang terkenal mengenai pewarisan ciri-ciri dan sifat organisme adalah hukum Mendel yang sempat disinggung Koentjaraningrat. Beliau juga menjelaskan apa itu ciri-ciri fenotipe dan ciri-ciri genotipe yang bisa menjelaskan bagaimana organisme baru bisa memiliki ciri-ciri yang berbeda dari oragnisme lama.
Evolusi primata dan manusia
Dalam subbab ini, Koentjaraningrat menjelaskan cukup panjang dan lengkap mengenai proses percabangan makhluk primata, makhluk primata pendahulu manusia, bentuk-bentuk manusia tertua, manusia dari kala pleistosen muda, manusia homo sapiens. Tentu saja, dalam penjelasannya, beliau menyisipkan pula bagan-bagan yang membantu pembaca untuk memahami penjelasan mengenai sejarah panjang ini. Cabang ilmu antropologi yang mempelajari evolusi manusia seperti yang telah dipaparkan dalam buku ini adalah ilmu paleoantropologi.
Klasifikasi ras manusia
A.L. Kroeber mengklasifikaskani ras-ras terpenting di dunia sebagai berikut; Australoid, Mongoloid, Caucasoid, Negroid, dan ras-ras khusus, seperti Bushman, Ainu, dll.
Bab III
Kepribadian
Manusia merupakan makhluk hidup yang memiliki pola kelakuan yang berbeda-beda tiap individu. Dalam bab ini, Koentjaraningrat mendefinisikan ‘kepribadian’ sebagai ciri-ciri watak individu yang konsisten. Karena bersifat konsisten dan berbeda-beda, maka kepribadian menjadi suatu ciri khas seseorang. Karena hal-hal mengenai ‘individu’ seseorang lebih dalam dan lebih lanjut dipelajari oleh ilmu psikologi, maka dalam bab ini, Koentjaraningrat banyak mengutip sumber-sumber dari para ahli psikologi.
Unsur-unsur kepribadian terdiri dari pengetahuan, perasaan, dan dorongan naluri.
Macam-macam kepribadian
Macam-macam kepribadian individu
Perbedaan unsur-unsur kepribadian seperti perasaan, emosi, dan pengetahuan menyebabkan perbedaan kepribadian antar individu.
Kepribadian umum
Ada persamaan kebudayaan dalam masyarakat yang nantinya akan membentuk sebuah kepribadian yang seragam pada kelompok masyarakat tersebut.
Kepribadian barat dan kepribadian timur
Kebudayaan Barat dan kebudayaan Timur seringkali dipandang bertolak belakang atau kontras. Kebudayaan barat disandingkan dengan kepentingan material, pikiran logis, individual. Sebaliknya, kebudayaan Timur disandingkan dengan kerohanian, mistik, prelogis, ramah, dan gotong royong. Meski demikian, hal yang selain perkara individualisme-kolektivisme tidak mutlak kebenarannya, hanya penilaian lahiriah. Mengenai perkara individualisme-kolektivisme, Koentjaraningrat memberikan jawaban dengan mengaitkan konsep kepribadian oleh L.K. Hsu yang digambarkan lewat bagan psikososiogram manusia.
Bab IV
Masyarakat
Definisi
Menurut Koentjaraningrat, masyarakat adalah sekelompok manusia yang saling berinteraksi. Secara khusus didefinisikan sebagai kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Hidup berkelompok merupakan kodrat dan kebutuhan manusia sebagai makhluk hidup. Sama halnya dengan binatang. Faktor utama yang membedakan pola hidup berkelompok antara manusia dan binatang adalah akal yang dimiliki oleh manusia, dan tidak pada hewan. Akal ini kemudian menjadikan manusia hidup berkelompok dengan cara belajar, sedangkan hewan melakukannya secara naluriah atau alamiah.
Unsur-unsur masyarakat:
Interaksi antar warga
Memiliki suatu ikatan khusus
Memiliki adat-istiadat, norma, hukum, dan aturan yang mengatur seluruh pola tingkah laku
Memiliki pola tingkah laku khas yang bersifat mantap dan kontinu
Memiliki rasa identitas kuat sebagai satu kesatuan
Komunitas adalah suatu kesatuan manusia yang menempati suatu wilayah yang nyata, dan berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat, dan terikat oleh identitas komunitas.
Kategori sosial adalah kesatuan manusia yang terwujud karena adanya suatu ciri atau kompleks ciri objektif. Misalnya kategori warga di atas 18 tahun dan di bawah 18 tahun untuk mengetahui warga negara yang sudah memiliki hak pilih. Golongan sosial adalah kesatuan manusia yang terwujud karena adanya suatu ciri atau kompleks ciri objektif yang memiliki ikatan identitas sosial, norma, dan kontinuitas. Misalnya, golongan pemuda, petani, dan pengusaha. Kedua kesatuan manusia tersebut bukan termasuk masyarakat karena keduanya tidak memiliki prasarana untuk berinteraksi khusus.
Kelompok dan perkumpulan merupakan kesatuan manusia yang menekankan pada aspek organisasi dan pimpinan. Mengenai dua hal tersebut, Koentjaraningrat memberikan tabel perbedaan antara keduanya yang didasarkan pada pendapat-pendapat para pakar sosiologi dan antropologi. Meskipun kelompok dan perkumpulan memiliki empat syarat pengikat dasar suatu masyarakat, namun perkumpulan tidak bisa disebut sebagai masyarakat.
Kerumunan adalah sekelompok manusia yang tidak memiliki ikatan khusus.
Pranata sosial
Pranata sosial adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat dan norma yang mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapan guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat (Koentjaraningrat, 2013). Pranata (institution) berbeda dengan lembaga (institute). Pranata adalah sistem norma yang mengatur aktivitas masyarakat, sedangkan lembaga adalah badan yang melaksanakan aktivitas tersebut. Ada beberapa perbedaan antara pranata dan lembaga yang kemudian Koentjaraningrat menyajikannya dalam tabel.
Macam-macam
Koentjaraningrat mencampurkan klasifikasi yang diajukan oleh J.L. Gilin dan J.P. Gillin dengan klasifikasi S.F. Nadel, sebagai berikut:
Kinship atau domestic institutions (keperluan kekerabatan)
Economic institutions (keperluan untuk mata pencaharian)
Educational institutions (keperluan pendidikan)
Scientific institutions (keperluan ilmiah)
Aesthetic and recreational institutions (keperluan menghayati keindahan dan rekreasi)
Religious institutions (keperluan berhubungan dengan Tuhan)
Political institutions (keperluan mengatur keseimbangan kekuasaan)
Somatic institutions (keperluan fisik)
Pranata dalam masyarakat, terdiri dari kompleks tindakan berinteraksi yang diatur oleh norma-norma tertentu oleh Koentjaraningrat dihubungkan dengan status dan peran sosial. Status dan peran sosial menentukan kondisi sosial tertentu dimana norma diberlakukan. Status merupakan kedudukan, sedangkan peran sosial (social role) adalah tingkah laku individu yang mementaskan suatu kedudukan tertentu.
Struktur sosial
Oleh Radcliffe Brown, seorang tokoh antropologi yang pertama kali merumuskan konsep struktur sosial, struktur sosial diartikan sebagai perumusan dari berbagai macam susunan hubungan antara individu dalam masyarakat.
Bab V
Kebudayaan
Sangat termasyhur hingga sekarang, definisi kebudayaan yang dicetuskan oleh Koentjaraningrat sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Wujud
Kompleks ide, gagasan, nilai, norma, dsb (cultural system)
Kompleks aktivitas dan tindakan berpola (social system)
Benda hasil karya manusia (kebudayaan fisik)
Sistem nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai suatu yang ada dalam alam pikiran sebagian besar dari masyarakat yang mereka anggap bernilai, berharga, penting, dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai pedoman yang memberi arah dan orientasi pada kehidupan para warga masyarakat tadi (Koentjaraningrat, 2013).
Lima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang terkandung pada sistem nilai budaya menurut F.Knuckhohn:
Hakikat dari hidup manusia
Hakikat dari karya manusia
Hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang dan waktu
Hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya
Hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya
Pandangan hidup adalah sistem pedoman yang dianut oleh golongan atau individu di dalam masyarakat. Ideologi merupakan suatu sistem pedoman hidup atau cita-cita yang ingin diraih oleh banyak individu di dalam masyarakat.
Norma merupakan aturan-aturan untuk bertindak yang bersifat khusus, perumusannya bersifat rinci, tegas, dan tidak meragukan.
Unsur-unsur universal kebudayaan menurut Koentjaraningrat:
Bahasa
Sistem pengetahuan
Organisasi sosial
Sistem peralatan hidup dan teknologi
Sistem mata pencaharian hidup
Sistem religi
Kesenian
Bab VI
Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan
Dinamika sosial mencakup konsep pergeseran masyarakat dan kebudayaan. Beberapa konsep dinamika sosial yang dipaparkan oleh Koentjaraningrat:
Proses belajar budaya sendiri:
Internalisasi (proses individu belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat, nafsu, dan emosi sepanjang hidupnya)
Sosialisasi (proses individu belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial)
Enkulturasi (proses individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat, sistem norma, dan peraturan hidup yang ada dalam kebudayaannya)
Proses evolusi sosial yaitu proses perkembangan budaya umat manusia pada umumnya dan bentuk kebudayaannya dari yang sederhana hingga kompleks.
Proses difusi yaitu proses penyebaran kebudayaan secara geografi oleh kelompok manusia ata individu yang bermigrasi.
Akulturasi adalah proses sosial yang timbul ketika suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dibenturkan dengan unsur-unsur dari kebudayaan asing, sehingga kebudayaan asing tersebut lambat laum diterima dan diolah dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri.
Asimilasi adalah proses sosial yang timbul ketika ada kelompok manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda saling bergaul untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan kelompok masing-masing berubah wujud menjadi unsur kebudayaan campuran.
Inovasi atau proses pembaharuan yang menghasilkan penemuan baru (discovery dan invention).
Bab VII
Aneka Ragam Kebudayaan dan Masyarakat
Suku bangsa
Suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan. Suku bangsa memiliki kebudayaan dengan corak yang khas.
Kebudayaan suku bangsa
Kebudayaan suku bangsa yang hidup dari berburu dan meramu
Kebudayaan peternak
Kebudayaan peladang
Kebudayaan nelayan
Kebudayaan petani pedesaan
Kebudayaan perkotaan
Daerah kebudayaan
Daerah kebudayaan adalah suatu penggolongan dari suku bangasa yang beragam kebudayaannya, tapi memiliki beberapa unsur dan ciri yang sama. Dalam bab ini, Koentjaraningrat memaparkan dengan lengkap daerah-daerah kebudayaan di seluruh dunia, lengkap dengan peta. Koentjaraningrat juga menyertakan klasifikasi suku bangsa di Indonesia berdasarkan hukum adat menurut Van Vollenhoven, menjadi 19 bagian.
Bab VIII
Etnografi
Etnografi merupakan suatu deskripsi mengenai kebudayaan suatu suku bangsa atau suatu kesatuan masyarakat. Kerangka etnografi menurut Koentjaraningrat terdiri atas:
Lokasi, lingkungan alam, dan demografi
Asal mula dan sejarah suku bangsa
Bahasa
Sistem teknologi (alat produksi, alat membuat api, senjata, wadah, makanan, pakaian, tempat berlindung, alat transportasi)
Sistem mata pencaharian (berburu dan meramu, beternak, bercocok tanam di ladang, menangkap ikan, bercocok tanam meneap dengan irigasi)
Organisasi sosial (sistem kekerabatan)
Sistem pengetahuan
Kesenian (seni rupa dan seni suara)
Sistem religi (unsur; sistem keyakinan, sistem upacara keagamaan, umat penganut)
Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya bahwa buku Pengantar Ilmu Antropologi ini merupakan buah pena yang sangat fenomenal, masterpiece dari Prof. Dr. Koentjaraningrat. yang saya suka ketika membaca buku Pengantar Ilmu Antropologi ini adalah penggunaan kosa kata yang bukan termasuk kosakata tinggi (seperti bahasa-bahasa serapan yang tak lazim terdengar di telinga), sehingga setiap lini masyarakat bisa cukup mudah memahami apa yang ingin disampaikan Koentjaraningrat dalam buku ini. Selain itu, dalam menjelaskan suatu hal, Koentjaraningrat seringkali membahas secara deduktif, jadi membahas dari lingkup umum, kemudian dikhususkan. Penggunaan metode penulisan deduktif yang menggambarkan hal yang umum dulu ini juga bagi saya memudahkan pembaca untuk memahami mau dibawa kemana tuisan ini. Namun memang, seringkali penjelasan yang beliau berikan menggunakan bahasa yang berbelit, dan tidak to the point, seperti dalam pembahasan mengenai perbedaan antara hukum dan hukum adat. Penjelasan yang belibet ini terkadang menjadikan pembaca merasa jenuh dan malas untuk menyimak bacaan.
Kemudahan pembacaan dari buku ini juga didapatkan dari banyaknya contoh-contoh kasus yang dipaparkan oleh Koentjaraningrat dalam menjelaskan sesuatu, misalnya dalam menjelaskan konsep sosialisasi. Penyertaan contoh-contoh ini terang saja akan memudahkan pembaca dalam mehamami konsep yang diberikan oleh penulis. Selain dari banyaknya contoh yang diberikan, bagan-bagan dan peta yang disisipkan dalam setiap pembahasan sangat membantu pembaca dalam mengotak-kotakkan dan meringkas apa yang telah dibaca. Pun sama halnya dengan adanya bagian lampiran dan indeks pada buku yang juga menjadi sarana untuk memudahkan pembaca dalam mengambil informasi dari buku ini.
Pernah disampaikan oleh salah satu dosen saya, Prof. Irwan, bahwa salah satu indikator baik tidaknya suatu tulisan adalah referensinya. Tak diragukan jika buku ini menjadi pegangan ‘sepanjang masa’ orang-orang antropologi karena buku ini tersusun dari berbagai intisari buku-buku sosial lain. Lebih dari 120 buku yang dijadikan referensi oleh Koentjaraningrat untuk menyusun hanya sekitar 300 halaman buku. Hal ini menunjukkan begitu luar biasanya telaah studi pustaka yang dilakukan oleh Koentjaraningrat. Selain itu banyak pula footnote yang disisipkan pada beberapa halaman buku. Terkadang pada footnote buku ini, bukan hanya keterangan sumber saja yang diberikan, tapi Koentjaraningrat juga mencantumkan istilah bahasa inggris yang digunakan oleh penulis asli, sehingga memudahkan pembaca untuk menerjemahkan menurut pribadinya.
Namun, di samping banyaknya pemikiran-pemikiran beliau yang diambil dari buku ini untuk dijadikan bahan ajar, karena memang buku ini sudah tua umurnya, ada beberapa pernyataan dari Koentjaraningrat yang tak lagi berlaku di era sekarang ini, misalnya pada bahasan mengenai komunitas. Dalam buku ini, Koentjaraningrat menyatakan bahwa komunitas merupakan kelompok manusia yang memiliki ciri khas adanya kesamaan wilayah. Hal ini jelas sudah tidak berlaku lagi di zanan modern seperti sekarang. Mengingat banyaknya komunitas-komunitas yang terbentuk lewat media sosial dimana kesamaan wilayah tak lagi penting dalam terbentuknya sebuah komunitas.
Pernah disampaikan oleh salah satu dosen saya, Prof. Laksono dalam suatu kelas bahwa beberapa pemikiran dan pernyataan Koentjaraningrat dalam buku ini juga menimbulkan beberapa kontroversi. Seperti misalnya, kata “keseluruhan” di dalam konsep kebudayaan yang dipaparkan beliau, “keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.” Kata “keseluruhan” ini sangat rancu dan terlalu luas. Selain itu penggunaan kata “primitif” seperti yang ada pada buku ini, sekarang sudah tak boleh lagi digunakan.
P3002213S | 301 KOE p | SIRKULASI FIB (300) | Tersedia |
P3002213S2 | 301 KOE p C2 | SIRKULASI FIB (300) | Tersedia |
P3002213S3 | 301 KOE p C3 | SIRKULASI FIB (300) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain